16 November 2015

Bodhisatva dengan tekad Mengosongkan Neraka ( Ti Chang Wang Phu Sa )

Nama Ksitigarbha adalah perkataan dari bahasa sansekerta yang mengandung arti bumi tempat menyimpan ke-sepuluh sutra roda kehidupan
. Sang Bodhisattva ini dikenal secara populer dilingkungan rakyat berbagai bangsa di dunia, karena beliau telah menyeberangkan, menyelamatkan makhluk-makhluk yang menderita hingga tiba di pantai Nirvana, sesuai dengan sumpah maha suci beliau yang berbunyi sebagai berikut:

“kalau bukan aku yang pergi ke neraka untuk menolong roh-roh yang tersiksa disana, siapa yang akan pergi?......, kalau neraka belum kosong dari arwah-arwah yang tersiksa, aku tidak akan menjadi Buddha. Hanya bila semua makhluk telah di selamatkan, barulah mencapai tingkat kebuddhaan”.

Di dalam gambar sering kita jumpai figure/gambar/arca berlian yang berada di bawah Avalokitesvara Bodhisattva (Kuan Yin Phu Sa) yang diapit oleh kedua siswa beliau sebagai ayah dan putra yaitu Meng Kung dan Tao Ming. Diantara para Bodhisattva yang dipuja oleh kaum Mahayana, Ksitigarbha Bodhisattva satu-satunya yang terlihat dalam wujud sebagai seorang bhiksu lengkap dengan jubahnya. Menurut pandangan orang Tionghoa, beliau dikatakan sebagai seorang Bodhisattva yang penuh dengan maitri karuna dan bercita-cita untuk membantu mereka yang terlahir di alam yang menderita agar dapat meringankan karma-karma buruk mereka. Sering juga ia dikaitkan dengan sepuluh raja akhirat (she tien yan wang).

Kesepuluh raja akhirat itu adalah bawahanya langsung, sebab itu ia diberi gelar you ming jiao chu atau pemuka agama diakhirat. Ia menjadi pelindung para arwah, membimbing mereka agar insaf dari perbuatannya yang sudah-sudah, dan tidak akan mengulangi perbuatan tercela itu lagi, agar bisa terbebas dari karma buruk pada penitisan yang akan datang. Di kalangan rakyat, banyak beredar kisah-kisah yang ada hubungannya dengan ti cang wang. Diantara kisah-kisah itu ada banyak juga yang menyamakan ti cang wang dengan mu lien. Kisah mu lien banyak mengharukan orang, tentang bagaimana ia menolong ibunya dari siksaan di neraka. Mu lien oleh sementara orang dianggap sebagai ti cang wang. Sesungguhnya kalau kita meneliti kitab-kitab suci, mu lien adalah murid Buddha dan masuk ajaran ah luo han atau arahat dan bukannya ti cang wang yang berada dalam tingkatan Bodhisattva.


Tentang ti cang wang, dalam kitab Buddha tercatat sebagai berikut, ketika Buddha Sakyamuni telah menyelesaikan tugasnya dan masuk nirvana 1500 tahun kemudian ia menitis kembali ke dunia di Korea, sebagai seorang pangeran dari keluarga raja negeri Sinlo. Namanya, Jin Qiao Jue (Kim Kiauw Kak-Hokkian). Sebab itu setelah orang tahu bahwa ia adalah penitisan Buddha, maka mereka memanggilnya Jin Ti Cang. Konon wataknya sederhana, tidak kemeruk pangkat dan kemewahan, tapi sangat berbudi, welas asih. Ia sangat gemar mendalami ajaran Kong-Zi dan Buddha. Pada masa pemerintahan kaisar tang Gao Cong, tahun Yong Yong We keempat (arti harafiahnya pandai mendengar) belajar menyeberangi lautan, kemudian sampai dipegunungan Ciu Hua San di propinsi An Hui. Gunung Ciu Hua Shan sebenarnya adalah miliki Meng Kung. Meng Kung ini sangat berbudi, suka menolong orang-orang yang tertimpa kemalangan. Ia berjanji untuk menyediakan makanan vegetarian (Ciak Jay) untuk 100  orang pendeta Buddha.

Tapi, tiap kali ia hanya dapat mengumpulkan 99 orang, tidak pernah berhasil memenuhi jumlah yang diinginkannya. Oleh karena itu, kali ini ia pergi sendiri ke gunung untuk mencari pendeta yang ke seratus. Ketika ia melihat Jin Qiao Jue sedang bersemedi disebuah gubuk, ia segera menghampirinya dan mengundangnya datang ke rumah untuk bersantap-santap bersama. Jin Qiao Jue yang melihat Meng Kung kelihatannya ada karma dengannya, lalu mengabulkan undangannya, tapi dengan mengajukan satu permintaan. Permintaannya tidak banyak, ia hanya menginginkan sebidang tanah di Ciu Hua Shan itu, seluas baju Kasanja/kasenja (Jubah suci pendeta Buddha), melihat permintaan yang hanya sepele itu Meng Kung langsung menyetujuinya.

Tapi keanehan lalu terjadi. Ternyata ketika Jin Qiao menebarkan baju Kasenja ke udara, seketika itu juga, baju upasaka itu berubah menjadi sangat besar sekali sehingga menutupi seluruh pegunungan itu. Begitulah Meng Kung lalu menyerahkan Ciu Hua Shan kepada Jin Qiao Jue yang digunakan untuk mendirikan tempat ibadah dan mengajarkan Dharma. Meng Kung bahkan menyuruh anak laki-lakinya ikut menemani Jin Qiao Jue menjadi pendeta. Putra Meng Kung ini kemudian disebut Tai Ming He Sang (To Beng Hwee Shio-Hokkian). Selanjutnya Meng Kung pun meninggalkan semua kehidupannya yang penuh kemewahan ikut menjadi pengikut Jin Qiao Jue dan mengangkat Tao Ming He Sang dan Ming Kung. Jin Qiao Jue Ti Cang Phu Sa bertapa di gunung Ciu Hua Shan 75 tahun lamanya, dengan ditemani oleh anjingnya yang setia.

Pada usia 99 tahun beliau meninggal tepat pada tanggal 30 bulan  7 menurut penanggalan Imlek. Ada juga yang mengatakan bahwa pada waktu itu Ti Cang telah berusia lanjut. Seorang cendikiawan kenamaan yang bernama Zhu ge Jie bersama temannya sedang bertamasya ke gunung untuk mencari udara segar. Sampai di atas, Qing Qi Yan melihat Ti Chang Wang sedang bersamadi dengan tekun, makannya hanya nasi putih yang dimasak encer diatas tungku dari tanah. Diam-diam timbul rasa hormatnya ia lalu mendirikan kuil diatas gunung Ciu Hua Shan. Sejak itupara pendeta dari berbagai tempat mendatangi Ti Chang Wang untuk menerima ajarannya. Jin Qiao Jue meninggal pada tahun pemerintahan Kaisar Xuan Cong dari dinasti Tang (728 M) tanggal 30 bulan 7 Imlek.


Inilah sebabnya mengapa setiap jatuh tanggal tersebut masyarakat banyak membakar hio yang disebut Ti Cang Siang atau dupa Ti Cang. Jenasah Jin Qiao Jue ditempatkan pada sebuah batu kecil, sampai pada suatu ketika jenasah hendak dikeluarkan, terjadi keajaiban, dimana jenasah tersebut masih dalam keadaan baik dan tidak membusuk, wajahnya hanya seperti orang tidur. Pada masa pemerintahan kaisar Xiao Cong, para penganutnya membangun sebuah pagoda di Nan-Tai (salah satu puncak di Ciu Hua Shan) dan menempatkan abunya disitu. Tatkala pagoda itu sudah selesai dibangun dan abu telah ditempatkan, ternyata pagoda itu telah mengeluarkan sinar yang gilang gemilang, sehingga mengherankan orang yang ada di situ. Tempat itu kemudian diubah namanya menjadi Shen Kuang Ling yang berarti bukit Cahaya Malaikat. Sejak itu Ciu Hua Shan menjadi salah satu gunung suci umat Buddha.

Selain kisah di atas, juga masih ada versi lain yang menceritakan tentang kelahiran Bodhisattva Ksitigarbha. Dalam salah satu sutra Buddhis yang sangat terkenak di Tiongkok, Buddha menceritakan bahwa Ksitigarbha pernah terlahir sebagai putri Brahman yang bernama gadis suci. Ketika ibunya meninggal, ia sangat sedih hati, karena pada masa hidupnya, ibu gadis suci, sering mengumpat Triratna, maka dilahirkan dialam neraka. Untuk menyelamatkan ibunya yang tersiksa dineraka, ia memberikan persembahan kepada Buddha pada masa itu. Ia berdoa dengan kesungguhan hati agar ibunya dibebaskan dari siksaan neraka, dan memohon kepada Buddha agar menolongnya.

Pada suatu hari, ketika ia sedang berdoa memohon pertolongan, Buddha menasehati agar ia segera pulang. Kemudian diperintahkan agar melakukan meditasi dengan bimbingan Sang Buddha, sehingga ia dapat mengetahui dimana ibunya berada. Selanjutnya melalui meditasi ia dapat mengunjungi neraka dan bertemu dengan penjaga neraka. Penjaga neraka tersebut memberitahukan kepadanya bahwa berkat persembahan dan doanya, ibunya telah dilepaskan dari neraka dan dimasukkan ke surga. Ia sangat senang dan merasa lega, karena ibunya telah bebas dari penderitaan. Namun demikian, karena ia melihat makhluk-makhluk neraka lainnya yang menderita karena siksaan, ia merasa sangat iba hati, sehingga ia mengatakan: “saya akan berusaha membebaskan semua makhluk neraka dari penderitaan selama hidup saya”. Semenjak itulah gadis suci itu menjadi Bodhisattva, dan kemudian dikenal sebagai Bodhisattva Ksitigarbha.

Bodhisattva Ksitigarbha sering dilukiskan dalam keadaan berdiri, tangannya memegang Cintamani (permata kebijaksanaan) atau Tongkat Bercincin, tongkat pemberi peringatan (disebut Khakkara). Wajahnya menunjukkan kebajikan. Banyak pula Bodhisattva Ksitigarbha yang dilukiskan dalam posisi duduk diatas teratai, tangannya memegang permata menyala yang dianggap berkekuatan dahsyat. Di kepalanya terdapat mahkota dengan lima lembar daun, setiap daun terdapat lukisan Dhyani Buddha. Dengan tongkatnya Ksitigarbha dapat membuka pintu neraka, sedangkan permata di tangannya dapat menerangi kegelapan neraka. Kadang kala kita temui Bodhisattva Ksitigarbha berdiri dan tangan kirinya memegang mangkok sedekah (patta) dan tangan kanannya membentuk mudra, sebagai tanda “Jangan takut” dan memberikan kedamaian semua makhluk.

Penampakan dari manifestasinya Bodhisattva Ksitigarbha, dalam kehidupan dengan cara meninggalkan kehidupan berumah tangga, berbeda dengan caranya dengan penampakan Bodhisattva Manjusri dan Samanthabadra. Beliau-beliau itu bermanifestasi secara berkehidupan rumah tangga yang biasa, sedangkan Bodhisattva Ksitigarbha menyelamatkan makhluk-makhluk yang masuk ke alam neraka, dan mengajarkan kepada makhluk-makhluk hidup untuk menghargai Triratna dan mempercayai hukum sebab akibat, sehingga mereka tidak akan jatuh ke dalam tiga jalan kejahatan. Beliau juga menasihatkan agar orang menghormati nenek moyangnya, dan tidak melupakannya.

Ksitigarbha Biodhisattva pernah berjanji kepada Sakyamuni Buddha; “Saya akan mematuhi ajaranmu untuk melepaskan makhluk-makhluk dari penderitaan, dan membimbing mereka untuk mencapai kebebasan. Saya akan bekerja keras hingga Buddha Maitreya datang ke dunia ini”.
Buddha Sakyamuni memberikan nasihat; “Dengarkan baik-baik, jika seseorang pada waktu akan datang melihat lukisan/pratima Bodhisattva Ksitigarbha; mendengar sutra Ksitigarbha dan menghafalkannya, memberi persembahan dan menghormati Bodhisattva Ksitigarbha, mereka akan memperoleh keuntungan selama hidupnya dan kelak akhirnya akan mencapai kebuddhaan.


2 Penderitaan Bagi manusia yang hidup di dunia ini ( Buddhis )

Penderitaan Fisik dan Rohani/Mental

Hai Teman sedharma, apa kabar kalian? Pada artikel kali ini saya akan membahas tentang penderitaan yang ada di dunia manusia ini.

Sebelum di mulai penjelasannya pernah kah kalian berpikir bahwa ada saja hal yang membuat kalian bersedih, atau bahkan membuat kalian itu kehilangan semangat hidup dalam diri?
Jawabannya pasti IYA

Pada artikel ini akan dibahas macam macam penderitaan yang dialami di kehidupan manusia ini, ayo di simak

Yang termasuk penderitaan fisik:


1. KELAHIRAN

Kelahiran sebagai manusia tidaklah mudah, karena harus melalui beberapa proses dan didukung oleh kondisi yang menunjang. Menurut ilmu kedokteran modern, terjadilah pembuahan dimulai dari perlombaan berjuta-juta sperma yang saling berebut untuk dapat membuahi sebuah atau beberapa sel telur dan setelah terjadi pembuahan masih diperlukan kondisi yang bagus untuk pertumbuhan janin selanjutnya.

Dalam agama Buddha dikatakan, proses tumimbal lahir menjadi janin manusia harus melewati 8 keadaan panas dan dingin, sehingga bagi mereka yang karma baiknya tidak cukup, tak akan dapat melewatinya, hanya mereka yang cukup karma baiknya untuk menjadi manusia, dapat melewati dan masuk ke dalam kandungan ibu. Dan pada saat dilahirkan, sentuhan/kontak pertama dengan udara membuat bayi langsung menangis untuk mengekspresikan penderitaannya (baik penderitaan yang bersifat fisik maupun mental).


2. USIA TUA

Ketika seorang menjadi tua, semua fungsi organ tubuhnya menjadi mundur dan lemah, ingatannya berkurang, segala gerak-geriknya lamban dan tidak leluasa, kecantikan dan keindahan tubuhnya memudar, jiwanya mudah merasa kesepian, tak berdaya dan terasing, keberadaan secara alamiah perlahan-lahan tersisih oleh generasi baru yang menggantikannya, energinya seperti lampu yang kehabisan bahan bakar, mulai meredup….

3. SAKIT

Penyakit bisa tiba-tiba datang tanpa permisi, tidak memilih siapa yang bakal menjadi korbannya, dia bisa menyerang orang kaya atau orang miskin, tua atau muda, raja maupun pengemis, tak seorangpun dapat menghindar darinya, biar dia itu seorang dokter sekalipun, akibat penyakit yang dideritanya, manusia menjadi lemah dan mudah putus asa, semua fungsi organ dan metabolisme tubuhnya menjadi kacau-balau, aktifitas sehari-hari terhenti, bahkan kadang-kadang penyakit menjadi berkepanjangan, yang menyebabkan penderitaan lahir dan batin, baik bagi si sakit maupun keluarganya. Tiada seorangpun yang dapat menghindar dari penderitaan sakit, karena sakit adalah proses alamiah berdasarkan karma.

4. MATI

Adakah manusia yang dapat menghindari kematian? Cepat atau lambat saat itu pasti akan tiba, doktrin Buddhis tentang anicca (ketidak-kekalan) menjelaskan bahwa semua hal yang berbentuk/dilahirkan pasti akan mengalami kelapukan, usia tua dan akhirnya musnah mati. Ada yang menganggap kematian sebagai proses yang wajar dan siap menghadapinya (terutama bagi mereka yang menghayati agama Buddha dengan benar), tetapi ada yang demikian takutnya, merasa cemas karena tak tahu akan kemana dan menjadi apakah setelah dia mati nanti? Segalanya serba gelap, diliputi misteri, bagi anda yang masih kuatir serta tidak tahu tentang proses kematian atau takut menghadapi saat kematian, silahkan membaca buku ini lebih lanjut, karena didalam buku ini dijelaskan berbagai cara yang bermanfaat yang dapat anda pergunakan pada saat anda berada di ambang batas antara hidup dan mati.

Yang termasuk penderitaan rohani/mental:

1. BERPISAH DENGAN YANG DICINTAI

Bagaimana rasanya bila kekasih, orang atau sesuatu yang sangat kita cintai (orang tua, anak, suami/istri, saudara, sahabat, harta-benda, kedudukan ataupun hewan kesayangan kita) tiba-tiba pergi meninggalkan kita ?
Entah perpisahan ini terjadi sewaktu masih sama-sama hidup (misalnya: karena perceraiaan, ditinggal pergi, kondisi perang, dirampas orang, masuk ke penjara dan sebagainya) maupun perpisahan yang disebabkan oleh kematian, semua ini amatlah memilukan hati, kadang-kadang rasa sedih ini dapat berlarut-larut, sehingga menyebabkan depresi, membuat hidup terasa hambar, kosong seakan-akan jiwa kita juga ikut pergi bersamanya

2. BERTEMU DENGAN YANG DIBENCI

Sebaliknya jika seseorang berada di lingkungan yang tidak dia sukai (kawin paksa, pekerjaan yang tidak menyenangkan, tempat tinggal dan lingkungan sosial yang tidak cocok dan sebagainya) serta tak ada pilihan lain sebagai jalan keluarnya, maka hari demi hari berlalu dan terasa kelabu, gairah hidup menjadi padam, tak ada tawa riang, tak ada kegembiraan. Yang dihadapi hanyalah rasa jenuh dan membosankan.

3. KEINGINAN TIDAK TERCAPAI

Tidak semua yang kita idam-idamkan selalu terwujud, seringkali antara keinginan dan kenyataan bertolak belakang hasilnya. Cita-cita atau keinginan ini meliputi aspek yang sangat luas (misalnya: rumah tangga, perjodohan, percintaan, karier, pekerjaan, kedudukan, jabatan, nama baik, kehormatan, sekolah, pendidikan, politik dan sebagainya). Jika gagal meraih apa yang diharapkan, seseorang akan merasa sedih dan menderita batinnya, bisa menjadi stress dan frustasi, bahkan bila kegagalan demi kegagalan selalu menimpanya, dia mudah menjadi putus asa, ada yang menjadi gila/sakit jiwa, tak sedikit pula yang mengambil tindakan nekat yaitu bunuh diri.

4. TERIKAT OLEH KONDISI PANCA SKANDHA

yang disebut panca skandha adalah rupa (bentuk), vedana (perasaan), samyojana (persepsi), samskara (bentuk-bentuk pikiran) dan vijnana (kesadaran). Karena terikat ole hkebutuhan panca skandha, maka kita akan merasa lapar bila tidak makan, mengantuk bila kurang tidur, juga kebutuhan untuk diperhatikan, dicintai, mencintai, semangat untuk belajar segala sesuatu, rasa egois, demikian pula munculnya berbagai macam perasaan, kesan dan kesadaran….
Ajaran Hyang Buddha mengungkapkan hakekat hidup yang berupa dukha, tidak kekal dan tanpa inti, yang mana sering menimbulkan salah pengertian bagi orang awam sehingga mereka menuduh ajaran Hyang Buddha adalah bersifat pesimis, pandangan demikian salah besar, memang benar didalam hidup kadang-kadang kita mengalami peristiwa yang membahagiaakan hati, tetapi bertahan beberapa lamakah kebahagiaan tersebut? Suatu saat kebahagiaan itu akan lenyap bersama tibanya saat kematian, karena kebahagiaan duniawi terikat oleh kondisi yang tidak kekal (anicca) dan tanpa inti (an-atma), sehingga Hyang Buddha mengatakan bahwa hidup adalah DUKKHA


2 Macam Neraka yang menyebabkan Anda sangat menderita ( Agama Buddha )

Jenis - Jenis Neraka

hai Teman Sedharma sekalian, saya akan share Tentang penggolongan Neraka bagi kalian yang ingin mengetahui, seberapa besar karma buruk manusia dan di tempatkan dimana mari kita simak saja..

Neraka terdiri dari 2 Macam golongan yaitu Neraka Besar dan Neraka Kecil, Apa itu?

Neraka Besar adalah neraka yang ditujukan bagi manusia yang memiliki karma buruk yang memang sangat besar dalam hidupnya ( contoh : Membunuh orang tua sendiri )

Neraka Kecil adalah neraka yang ditujukan bagi manusia yang memiliki karma buruk yang bisa dikatakan sedang, ( contoh : Melanggar beberapa sila buddhis )

Berikut macam macam neraka tersebut : :

Neraka besar terdiri atas delapan alam:
1) Sañjîva
alam kehidupan bagi makhluk yang secara bertubi-tubi dibantai dengan berbagai senjata; begitu mati langsung terlahirkan kembali di sana secara berulang-ulang hingga habisnya akibat kamma yang ditanggung. Mereka yang suka mempergunakan kekuasaan yang dimiliki untuk menyiksa makhluk lain yang lebih lemah atau rendah kebanyakan akan terlahirkan di alam ini.
2) Kâïasutta
alam kehidupan bagi makhluk yang dicambuk dengan cemeti hitam dan kemudian dipenggal-penggal dengan parang, ge
rgaji dan sebagainya. Mereka yang suka menganiaya atau membunuh bhikkhu, sâmaóera atau pertapa; atau para bhikkhu-sâmaóera yang suka melanggar vinaya kebanyakan akan terlahirkan di alam ini.
3) Saõghâta
alam kehidupan bagi makhluk yang ditindas hingga luluh lantak oleh bongkahan besi berapi. Mereka yang tugas atau pekerjaannya melibatkan penyiksaan terhadap makhluk-makhluk lain, misalnya pemburu, penjagal dan lain-lain kebanyakan akan terlahirkan di alam ini.
4) Dhûmaroruva
alam kehidupan bagi makhluk yang disiksa oleh asap api melalui sembilan lubang dalam tubuh hingga menjerit-jerit kepengapan. Mereka yang membakar hutan tempat tinggal binatang; atau nelayan yang menangkap ikan dengan mempergunakan racun dan sebagainya kebanyakan akan terlahirkan di alam ini.
5) Jâlaroruva
alam kehidupan bagi makhluk yang diberangus dengan api melalui sembilan lubang dalam tubuh hingga meraung-raung kepanasan. Mereka yang suka mencuri kekayaan orangtua atau barang milik bhikkhu, sâmaóera atau pertapa; atau mencoleng benda-benda yang dipakai untuk pemujaan kebanyakan akan terlahirkan di alam ini.
6) Tâpana
alam kehidupan bagi makhluk yang dibentangkan di atas besi membara. Mereka yang membakar kota, vihâra, sekolahan dan sebagainya kebanyakan akan terlahirkan di alam ini.
7) Patâpana
alam kehidupan bagi makhluk yang digiring menuju puncak bukit membara dan kemudian dihempaskan ke tombak-tombak terpancang di bawah. Mereka yang menganut pandangan sesat bahwa pemberian dâna tidak membuahkan pahala, pemujaan kepada Tiga Mestika tidak berguna, penghormatan kepada dewa tidak berakibat, tidak ada akibat dari perbuatan baik maupun buruk, ayah-ibu tidak berjasa, tidak ada kehidupan sekarang maupun mendatang, dan tidak ada makhluk yang terlahirkan dengan seketika kebanyakan akan terlahirkan di alam ini.
8) Avîci
alam kehidupan bagi makhluk yang direntangkan dengan besi membara di empat sisi dan dibakar dengan api sepanjang waktu. Mereka yang pernah melakukan kejahatan terberat, yakni membunuh ayah, ibu atau Arahanta, melukai Sammâsambuddha, atau memecah-belah pasamuan Saõgha niscaya akan terlahirkan di alam ini. Avîci kerap diang-gap sebagai alam kehidupan yang paling rendah.
Neraka kecil terdiri atas delapan alam:
1) Angârakâsu
alam neraka yang terpenuhi oleh bara api
2) Loharasa
alam neraka yang terpenuhi oleh besi mencair
3) Kukkula:
alam neraka yang terpenuhi oleh abu bara
4) Aggisamohaka
alam neraka yang terpenuhi oleh air panas
5) Lohakhumbhî
alam neraka yang merupakan panci tembaga
6) Gûtha
alam neraka yang terpenuhi oleh tahi membusuk
7) Simpalivana
alam neraka yang merupakan hutan pohon ber-duri
8) Vettaranî
alam neraka yang merupakan air garam berisi duri rotan


15 November 2015

Arti Warna dari Bendera Buddhis

Bendera Buddhis

Hai Teman, Saya akan share sedikit informasi bagi Teman semua yang belum mengetahui apa makna dari bendera buddhis. Ayo Segera di simak.



Warna-warni pada bendera Buddhis adalah warna biru, kuning, merah, putih, dan jingga atau merah muda yang disusun secara vertikal, ditambah garis vertikal keenam yang terdiri dari lima warna yang disusun horizontal. Setiap warna mempunyai arti berbeda. Warna-warni horizontal melambangkan perdamaian abadi dari ras-ras yang ada di dunia dan keharmonisan dalam kehidupan bersama. Warna vertikal melambangkan perdamaian dunia.

Makna bendera Buddhis adalah tidak adanya diskriminasi ras maupun kebangsaan, kedaerahan, atau warna kulit, bahwa semua makhluk berpotensi mencapai kesucian menjadi Buddha dan memiliki karakteristik kebuddhaan.

Makna Panji Buddhis Enam Warna atau Sadvarna Dvhaja
  1. Biru (Nīla) dari warna rambut Sang Buddha melambangkan bakti atau pengabdian,
  2. Kuning emas (Pīta) dari warna kulit Sang Buddha melambangkan kebijaksanaan,
  3. Merah tua (Lohita) dari warna darah Sang Buddha melambang cinta kasih,
  4. Putih (Odāta) dari warna tulang dan gigi Sang Buddha melambang kesucian,
  5. Jingga (Manjesta) dari warna telapak tangan, kaki dan bibir Sang Buddha yang melambangkan semangat,
  6. Gabungan kelima warna di atas (Prabhasvara) melambangkan gabungan kelima faktor yang tersebut di atas (makna sebenarnya istilah Prabhasvara adalah bersinar sangat terang atau cemerlang).

Nah bagaimana Teman, setelah mengetahui informasi ini, semoga Teman semua dapat lebih mendalami dan mengamalkan arti nya dalam kehidupan ini ya...

Sumber : Wikipedia



Aktualisasi Diri ( Motivasi Andrie Wongso )

Pagi... Sobat pagi ini saya akan share tentang cerita motivasi yang dibuat oleh Andrie Wongso, yap salah satu motivator yang terbaik dari indonesia. Tanpa panjang lebar ayo segera kita lihat saja



Seorang pemuda karyawan sebuah kantor sering mengeluhkan tentang karirnya. Ia merasakan bahwa setiap kali bekerja, tidak mendapatkan kepuasan. Karirnya sulit naik, Gaji yang didapat pun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Karena itu ia pun sering berpindah-pindah tempat kerja. Ia berharap, dengan cara itu ia bisa memperoleh pekerjaan yang memberikannnya kepuasan, dari segi karir, maupun gaji.

Setelah sekian lama ia berganti pekerjaan, bukannya kepuasan yang ia dapat, namun justru sering muncul penyesalan. Setiap kali pindah pekerjaan, ia merasa menjumpai banyak kendala. Dan, begitu seterusnya.

Suatu ketika, pemuda itu berjumpa dengan kawan lamanya. Kawan lama itu sudah menduduki posisi direktur muda di sebuah perusahaan. Pemuda itu pun lantas bertanya, bagaimana caranya si kawan bisa memperoleh kedudukan yang tinggi dengan waktu yang relative cepat.

''Kamu dekat dengan bosmu ya?'' Tanya si pemuda penasaran.

Kawan lamanya itu hanya tersenyum. Ia tahu, si pemuda curiga padanya bahwa posisi saat ini dikarenakan faktor koneksi.

"Memang, aku dekat dengan bos aku." Jawab kawan itu, "Tapi aku juga dekat dengan semua orang di kantorku. Bahkan, sebenarnya aku berhubungan dekat dengan semua orang, baik dari yang paling bawah sampai paling atas. Kamu curiga ya? Aku bernepotisme karena bisa menduduki posisi tinggi dalam waktu cepat?"

Dengan malu, pemuda itu segera meminta maaf, "Bukan itu maksud aku. Aku sebenarnya kagum dengan kamu. Masih seusia aku, tapi punya prestasi yang luar biasa sehingga bisa jadi direktur muda."

Setelah menceritakan keadaannya sendiri, si pemuda kembali bertanya, “Kawan, apa sih sebenarnya rahasia sukses kamu?”

Dengan tersenyum bijak si kawan menjawab, "Aku tak punya rahasia apapun.Yang kulakukan adalah mengaktualisasikan diriku atau fokus pada kekuatan yang aku punyai, dan berusaha mengurangi kelemahan-kelemahan yang aku miliki. Itu saja yang kulakukan. Mudahkan?"

"Maksudmu bagaimana?"

''Aku pun sebenarnya pernah mengalami hal yang sama denganmu, merasa jenuh dengan pekerjaan yang ada dan juga tak bisa naik jabatan. Namun, suatu ketika, aku menemukan bahwa ternyata aku punya kemampuan lebih di bidang pemasaran.Maka, aku pun mencoba untuk fokus di bidang pemasaran. Aku menikmati bertemu dengan banyak orang. Selain itu, aku pun mencoba terus belajar untuk mengusir kejenuhan pada pekerjaan. Dan, inilah yang aku dapatkan.''

Pembaca yang berbahagia ,

Jangan kita memilih pindah tempat kerja hanya karena ingin “melarikan diri” dari masalah. Seringkali kita merasakan sudah berjuang maksimal tetapi belum mendapatkan yang kita inginkan. Jangan pernah putus asa! Kita belum berhasil bukan karena kita tidak mampu, namun, kita belum memaksimalkan semua kekuatan yang kita miliki.
Jika kita mau mengaktualisasikan diri dengan menggali kemampuan dalam diri terus menerus, niscaya, karir kita pasti akan meningkat lebih pesat dan kesuksesan menanti kita disana.



sekian yang saya share pada kesempatan ini, terima kasih salam metta
 

Arti Dari Mantra Da Bei Zhou

Mantra Da Bei Zhou/ Ta Pei Cou


Hai teman sedharma, pagi ini saya mau sedikit share tentang Arti dari Mantra yang sudah tidak asing lagi bagi teman semua. Yap betul Mantra Da Bei Zhou, ayo bagi yang penasaran dengan arti dari mantra ini dapat langsung menyimak artikel saya.



Na Mo He La Ta Na To La Ye Ye
(Dengan penuh sujud aku Berlindung Kpd Tri Ratna)

Na Mo O Li Ye Po Lu Cie Ti Suo Po La Ye,
(Dengan Penuh Sujud Aku Berlindung kepada Yang Maha Sempurna)

Phu Ti Sa To Po Ye Mo He Sa To Po Ye
(Mahkluk yg Telah Mencapai Pencerahan Bodhi)

Mo He Cia Lu Ni Cia Ye,
(Mahkluk Agung Maha Welas Asih)

Aum Sa Po La Fa Yi Su Ta Na Ta Sie
(Aum Beliau yg mempunyai kekuatan kesempurnaan Dharma)

Na Mo Si Ci Li To Yi Meng A Li Ye
(Dengan sepenuh hati dan sujud aku berlindung kepada Mu)

Po Lu Cie Ti Se Fo La Ling To Po
(sumber segala kesucian)

Na Mo Na La Cin Ce
(Setulus hati aku bersujud Pada MU)

SI Li Mo He Pu Tuo Sa Mi
(Cahaya kebajikan Agung yg tiada batas)

Sa Pho Ah Tha Tou SU Peng Ah Se Yin
(Para Buddha sayup – sayup merasakannya)

Sa Po Sa To Na Mo Po Sa To
(yang memiliki semua kemuliaan kebahagiaan kemakmuran tak terkalahkan)

Na Mo Po Chie Mo Fa The Tou
(Sumber berkah semua makhluk di seluruh penjuru alam)

Ta Che Ta Aum, Ah Po Lu Si Lu Cia Ti
(Aum beliau yang mendengarkan suara dunia mengatasi segala rintangan karma)

Cia Lo Ti, Yi Si Li Mo He Phu Thi Sa To
(Aku akan menjalankan ajaranmu sampai tercapainya pencerahan)

Sa Po Sa PO Mo La Mo La,
(Memberi yang baik utk semuanya di dalam berkah dan kebijaksanaan Mu) Mo Si Mo

SI Li Tho Yin Chi Lu Chi Lu
(Inti ketenangan tak terhingga laksana Dharma melepaskan kerterbatasan mengembangkan kemajuan pribadi dan menolong smua makhluk)

Chie Meng, Tu Lu Tu Lu Fa Se Ye Ti
(Berlatihlah atasi kelahiran dan kematian raih kemenangan agung gemilang)

Mo He Fa Se Ye Ti To La To La Ti Li Ni
(Bersatulah tenang jernih tajam berani pancarkan cahaya terang benderang)

Se Fo La Ye Ce La Ce La Mo Mo Fa Mo La
(Guncang guncanglah bebaskan aku dari noda bahtin)

Mu Ti Li Yi SI Yi SI Se Na Se Na
(Datang Datanglah dengar dengarlah)

Ah La Sen Fo La She Li
(Raja Dharma memutar ajaran)

Fa Sa Fa Sen Fo La Se Ye Hu Lu Hu Lu Mo La
(Kabar gembira senyum suka cita terimalah Dharma menyatu dalam hati)

Hu Lu Hu Lu Si Li Suo La Suo La
(Laksanakan Dharma tampa timbul keraguan teguh tak tergoyahkan)

Si Li SI Li Su Lu Su Lu
(Raih kemenangan tak terkalahkan bagaikan embun sejuk yang menyembuhkan)

Pu Thi Ye Pu Thi Ye Pu Tho Ye Pu Tho Ye
(Terang teranglah batin sadar sadarlah tercerahkan)

Mi Ti Li Ye Na La Cin Ce Ti Li Se Ni Na
(Beliau yg maha asih yg patut di puja laksana pedang kebenaran yg kuat dan tajam)

Pho Ye Mo Na Sa Po He
(kepada yang sempurna Svaha)

Si Tho Ye Sa Pho He
(kepada yg mulia Svaha)

Mo Ho SI Tho Ye Sa Pho He
(kepada yg maha gaib svaha)

Si to Yu Yi Se Po La ye Sa Pho he
(Beliau yg memiliki gaib sempurna svaha)

Na La Cin Ce Sa Pho He, Mo La Na La
(Pelindung yg maha asih svaha)

Sa Pho He, Si La Sen A Mu Cu Ye Sa Pho He
(Beliau yg mampu mengatasi smua kesulitan svaha, yg berwajah singa Svaha)

Sa Po Mo He Ah Si Tho Ye Sa Pho He
(Beliau yg memiliki kegaiban agung Svaha)

Ce Ci La Ah SI to Ye Sa Pho He
(Beliau yg memiliki kegaiban cakra svaha)

Pho To Mo Ci Tho Ye Sa Pho He
(Yg memegang bunga teratai svaha)

Na La Cin Ce Pho Cia La Ye Sa Pho He
(Pelindung yg welas dan patut di puja svaha)

Mo Po Li Sen Ci La Ye Sa Pho He
(Resi agung yg menjalani hidup suci Svaha)

Na Mo He La Ta Na To La Ye Ye
(Dengan penuh sujud aku berlindung kepada Tri Ratna)

Na Mo Ah Li Ye Po Lu Cie Ti
(Dengan penuh sujud aku berlindung)

Suo Po La Ye Sa Pho He
(kepada yg maha Sempurna Svaha)

Aum Si Thien Tu Man To La Pha To Ye
(Aum semoga jalan mantra ini membuahkan kegaiban kesuksesan)

Sa Pho He
(Svaha)


Sekian yang saya post pada kesempatan ini, semoga semua makhluk berbahagia... Salam Metta

sumber : Facebook

14 November 2015

Sejarah Bendera Buddhis Agama Buddha

Sejarah Terbentuknya bendera Buddhis

Hai Teman Sedharma, saya akan bagi sedikit cerita yang dapat menambah ilmu pengetahuan bagi Sobat semua, Sesuai dengan judulnya ayo tanpa panjang lebar kita langsung baca dan simak

Di Sri Lanka, status Waisak sebagai hari raya (hari libur) dibatalkan oleh penguasa kolonial Britania pada tahun 1815 yang bermaksud merusak budaya asli Sri Lanka. Namun kebijakan tersebut dicabut pada tahun 1885. Peringatan pertama Hari Waisak di Sri Lanka pada tahun 1885 setelah ditetapkan sebagai hari raya oleh pemerintah kolonial Britania dirayakan dengan menciptakan dan mengibarkan bendera Buddhis enam warna di Kolombo.

Pencipta bendera Buddhis adalah Komite Kolombo yang terdiri dari Ven, Hikkaduwe Sri Sumangala, Ven. Migettuwatte Sri Gunananda, Don Carolis Hewavitharana (ayah Anagarika Dharmapala), Andiris Perera Dharmagunawardhana, William De Abrew, Carolis Pujitha Gunawardena, Charles A. de Silva, dan N. William. Fernando.  Setelah melalui pertimbangan mendalam, mereka sepakat untuk menciptakan bendera enam warna dari warna aura Buddha. Sketsa pertama bendera ini diterbitkan di surat kabar Sarasavi Sandaresa 17 April 1885, dan pertama kali dikibarkan di muka umum pada perayaan Waisak, 28 April 1885 di Vidyodaya Pirivena, Dipaduttaramaya, dan beberapa tempat Buddhis lainnya di Kolombo.

Kolonel Amerika Serikat Henry Steele Olcott, salah seorang pendiri Theosophical Society (bersama Madame Blavatsky) yang menjadi Buddhis di Sri Lanka pada tahun 1880 berpendapat bahwa bendera yang diciptakan oleh Komite Kolombo bentuknya panjang seperti panji-panji sehingga tidak cocok untuk dibawa dalam prosesi atau dipajang di ruangan. Ia menyarankan untuk membuat bendera Buddhis yang bentuknya seperti bendera nasional. Olcott membuat sebuah contoh bendera dan disetujui dengan suara bulat. Bendera Buddhis ciptaannya terdiri dari lima warna aura Buddha dalam bentuk garis-garis vertikal: biru, kuning,merah, putih, dan jingga, ditambah satu lagi garis vertikal yang mengulangi urutan warna-warna sebelumnya secara horizontal untuk melambangkan perpaduan harmonis.

Bendera tersebut diadopsi oleh organisasi-organisasi Buddhis Sinhala pada upacara-upacara pengibaran bendera mereka, dan terutama pada peringatan Waisak, saat bendera ini menghiasi kuil, rumah, dan jalan-jalan, serta dibawa dalam prosesi.

Pada tahun 1889, dengan ditemani Anagarika Dhammapala, Olcott berkunjung ke Jepang dan mempersembahkan bendera Buddhis kepada Kaisar Meiji yang lalu memberikan restunya.
Pada 25 Mei 1950, delegasi dari 26 negara kongres tahunan organisasi Buddhis internasional World Fellowship of Buddhists di Kolombo sepakat untuk mengadopsi bendera ini sebagai bendera resmi Buddhisme. Bendera ini dimaksudkan untuk dikibarkan oleh Buddhis sebagai tanda perdamaian dan keserasian semua makhluk, tanpa memandang perbedaan kelas dan ras, serta ideologi.

Pada tahun 1951, biksu To Lien membawa pulang bendera Buddhis dari Kolombo untuk diperkenalkan di Vietnam. Bendera ini lalu dikibarkan di depan kuil-kuil Buddha untuk menunjukkan ketidaksenangan terhadap pemerintah komunis Vietnam.
Bendera ini diterima sebagai Bendera Buddhis Internasional pada World Buddhist Congress tahun 1952.

Bendera ini sekarang dikibarkan pada peringatan Hari Buddha di lebih dari 50 negara di dunia, termasuk di markas besar UNESCO di Paris. Perayaan Waisak di markas besar UNESCO pertama kali dilakukan pada tahun 1976. Perayaan ini dihadiri oleh diplomat, akademisi, biksu dari Theravada dan Mahayana, serta perwakilan dari agama-agama lainnya di dunia.


sumber : Wikipedia


Sang Juara

Sang Juara

Salam Bagi sobat sedharma semua, sudah lama saya tidak post.. malam ini saya post tentang sebuah cerita motivasi untuk kita semua.. ayo segera simak ceritanya 

Suatu ketika ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan.
Suasana sungguh meriah siang itu karena ini adalah babak final.
Hanya tersisa empat orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki.
Semuanya buatan sendiri sebab memang begitulah peraturannya.

Ada seorang anak yang bernama Mark.
Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam empat anak yang masuk final.
Dibanding semua lawannya, mobil Mark-lah yang paling tidak sempurna.
Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya.

Yah memang mobil itu tidak begitu menarik.
Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip di atasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya.
Namun Mark bangga dengan semua itu karena mobil itu adalah buatan tangannya sendiri.

Tibalah saat yang dinantikan, final kejuaraan mobil balap mainan.
Setiap anak mulai bersiap di garis start untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang.
Di setiap jalur lintasan telah siap empat mobil dengan empat "pembalap" kecilnya.
Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan empat jalur terpisah di antaranya.

Namun sesaat kemudian, Mark meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai.
Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa.
Matanya terpejam dengan tangan yang tertangkup memanjatkan doa.
Lalu semenit kemudian ia berkata, "Ya, aku siap!"

Dor! Tanda telah dimulai.
Dengan satu hentakan kuat mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat.
Semua mobil itupun meluncur dengan cepat.
Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat menjagokan mobilnya masing-masing.

"Ayo... ayo... cepat... cepat... maju... maju..," begitu teriak mereka.
Ahha... sang pemenang harus ditentukan.
Tali lintasan finish pun telah terlambai.

Dan Mark-lah pemenangnya.
Ya, semuanya senang, begitu juga Mark.
Ia berucap dan berkomat-kamit lagi dalam hati, "Terima kasih."

Saat pembagian piala tiba, Mark maju ke depan dengan bangga.
Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya, "Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?"
Mark terdiam. "Bukan Pak, bukan itu yang aku panjatkan," kata Mark.

Ia lalu melanjutkan, "Sepertinya tak adil meminta pada Tuhan untuk menolongmu mengalahkan orang lain. Aku hanya memohon pada Tuhan supaya aku tak menangis jika aku kalah."
Semua hadirin terdiam mendengar itu.
Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk tangan yang memenuhi ruangan.

Anak-anak tampaknya lebih punya kebijaksanaan dibanding kita semua.
Mark tidak memohon pada Tuhan untuk menang dalam setiap ujian.
Mark tak memohon pada Tuhan untuk meluluskan dan mengatur setiap hasil yang ingin diraihnya.
Anak itu juga tak meminta Tuhan mengabulkan semua harapannya.
Ia tak berdoa untuk menang dan menyakiti yang lainnya.
Namun Mark memohon pada Tuhan agar diberikan kekuatan saat menghadapi itu semua.
Ia berdoa agar diberikan kemuliaan dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga.

Mungkin telah banyak waktu yang kita lakukan untuk berdoa pada Tuhan agar mengabulkan setiap permintaan kita.
Terlalu sering juga kita meminta Tuhan untuk menjadikan kita nomor satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian.
Terlalu sering kita berdoa pada Tuhan untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata. Padahal bukankah yang kita butuhkan adalah bimbingan-Nya, tuntunan-Nya dan panduan-Nya?

Kita sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa dan kita sering merasa cengeng dengan kehidupan ini.
Tak adakah semangat perjuangan yang mau kita lalui? Saya yakin Tuhan memberikan kita ujian yang berat bukan untuk membuat kita lemah, cengeng dan mudah menyerah namun agar setiap kita menjadi kuat.

sumber : Cerita Buddhis

Manfaat Membaca Ta Pei Cou (Maha Karuna Dharani)

Manfaat Membaca Ta Pei Cou (Maha Karuna Dharani)

Hai Sobat, kali ini saya akan share manfaat dari membaca Ta Pei Cou / Da Bei Zhou bagi yang ingin tahu segera simak artikel berikut ya


Sebagian kecil manfaat dari membaca Ta Pei Cou (Maha Karuna Dharani) :

1. Dapat membuat hati kita lebih Damai dan Pikiran lebih jernih & terang.
Contohnya : Bila hati kita sedang gundah/gelisah karena tidak dapat memecahkan masalah, bacalah Ta Pei Cou dengan penuh Keyakinan & Ketulusan. Cobalah dan rasakan setelah pembacaan Ta Pei Cou hati kita menjadi lebih tenang dan kita akan lebih mudah menyelesaikan masalah yang kita hadapi.

2. Dapat menghilangkan segala Penyakit Batin.
Contohnya : Bila hati kita sering iri hati, serakah, terkena guna-guna, dsb, bacalah Ta Pei Cou dengan tulus secara terus menerus serta melimpahkannya kepada semua makhluk, maka perlahan-lahan pikiran-pikiran buruk kita akan berubah (iri hati menjadi simpati, serakah menjadi gemar beramal), dan kita dapat terhindar dari guna-guna.

3. Membuat kita Panjang umur.
Contohnya : Bila kita percaya dan penuh keyakinan selalu membaca Ta Pei Cou, maka jiwa, pikira,n dan hidup kita menjadi lebih tenang sehingga akhirnya kitapun hidup lebih panjang umur.

4. Wajah kita selalu memancarkan kebahagiaan sehingga rejeki lebih lancar.
Contohnya : Jika rajin membaca Ta Pei Cou maka kebahagiaan akan selalu menyertai kita dan pancaran wajah kita akan berseri-seri. Misalnya kita punya toko ataupun mereka yang bekerja. Jika kita membuka toko dengan wajah berseri-seri, maka pelanggan/pembeli yang kita temui akan menyukai, percaya, dan merasa nyaman berbelanja di tempat kita sehingga akhirnya rejeki yang datang pada diri kita menjadi lebih lancar.

5. Dapat mengurangi karma buruk yang kita perbuat di masa lampau.
Contohnya : Di kehidupan lampau kita sering mencuri barang milik orang lain sehingga mengakibatkan kita hidup miskin & susah. Untuk mengurangi karma buruk kita tersebut, selain rajin berdana, perbanyaklah membaca Ta Pei Cou sehingga lambat laun karma buruk kita berkurang dan keberuntungan menyertai kita.

6. Dapat mengurangi Hambatan.
Contohnya : Sewaktu kecil kita sering menyakiti/membunuh binatang karena ketidaktahuan sehingga setelah dewasa seringkali banyak hambatan dalam hidup kita. Jika tekun membaca Ta Pei Cou dengan tulus maka segala hambatan satu per satu akan sirna/berlalu dari kehidupan kita.

7. Dapat membuka Prajna (Kebijaksanaan) untuk lebih mengerti Dharma.
Contohnya : Bila daya ingat kita kurang atau sulit untuk menghafal suatu pelajaran maka dengan membaca Ta Pei Cou daya ingatan kita akan menjadi lebih kuat sehingga tidak akan kesulitan untuk mengingat/menghafal.

8. Dapat menimbulkan Bodhicitta sehingga keyakinan kita terhadap Triratna akan menjadi lebih kokoh.
Contohnya : Bila kita mengalami banyak masalah dan kehilangan kepercayaan diri serta lari dari keyakinan kita maka kita akan mudah terbujuk rayuan dan akhirnya meragukan Dharma. Jika rajin membaca Ta Pei Cou maka masalah sebesar apapun tidak akan mampu menerobos benteng pertahanan keyakinan kita.

9. Dapat terhindar dari rasa ketakutan yang berlebihan dan terhindar dari segala bencana yang akan menimpa.
Contohnya : Jika kita takut akan kegagalan hidup, dengan membaca Ta Pei Cou kerisauan kita akan suatu masalah yang belum kita hadapi akan hilang. Jika mengalami suatu musibah/bencana (kebakaran, banjir, dll) maka kita akan terhindar dari bencana kemalangan tersebut.

10. Setelah meninggal dunia akan dijemput oleh para Buddha dan Bodhisattva ke surga (Tanah Suci).
Tambahan :
Dengan banyak membaca Ta Pei Cou, di atas kepala kita akan ada Dewa Pelindung (Kui Jin) yang akan melindungi kita dari segala macam mara bahaya dan kesulitan hidup. Pembacaan Ta Pei Cou disertai pemercikan air tirta akan membawa banyak manfaat bagi makhluk yang tidak terlihat, terutama bagi makhluk yang ganas, dengan air tirta mereka tidak lagi menjadi ganas.
Itu baru sekian besar manfaat dari membaca Ta Pei Cou, masih banyak manfaat lain nya yang tidak mungkin dijabarkan satu persatu di sini.


Bodhisattva Avalokitesvara (Kuan Yin Phu Sa) dengan tekad sucinya bersabda :

1. Kalau ada makhluk hidup yang selalu membaca "Maha Karuna Dharani" dan tidak pernah bersilat lidah, maka manfaat yang di dapat akan terlahir di Surga Barat atau Surga Sukhavati.

2. Jika ada makhluk hidup dengan penuh ketulusan membaca "Maha Karuna Dharani" namun permintaannya tidak terpenuhi, maka Aku tidaklah dapat mencapai Samyak Sambodhi

3. Jika ada makhluk hidup dengan penuh ketulusan membaca "Maha Karuna Dharani" namun tidak bisa menghilangkan kekotoran batin, maka Aku tidaklah dapat mencapai Samyak Sambodhi.
Jadi memang benar jika kita rajin membaca Ta Pei Cou dengan sungguh-sungguh dan dengan ketulusan hati, akan banyak sekali menfaat yang kita dapatkan asalkan pembacaan Ta Pei Cou ini tidak disertai dengan KEAKUAN, KEEGOISAN, dan tujuan Buruk Tertentu.

sumber facebook


20 Oktober 2015

Manfaat Pelimpahan Jasa Dalam Buddhis


Menghormat mereka yang patut dihormat, itulah Berkah Utama(Manggala Sutta)


Di dalam tradisi kita sebagai umat Buddha, memperingati upacara kematian atau memperingati saat-saat kematian orang yang kita sayangi, saat-saat wafat orang yang kita cintai sesungguhnya telah dimulai sejak jaman Sang Buddha. 

Tentu saja bukan hanya dengan mengirim makanan, mengirim pakaian kepada orang tua atau almarhum. Ada beberapa hal yang memang diajarkan oleh Sang Buddha dalam upacara peringatan kematian seperti hari ini. Ada dua cerita yang berkembang dalam masyarakat Buddhis. 


Cerita yang pertama telah sering kita dengar yaitu cerita seorang murid Sang Buddha yang paling sakti, yang paling hebat, bernama Bhante Moggalana. Dalam bahasa Mandarin, cerita ini dikenal sebagai Mu Lien Ciu Mu (Y.M. Moggalana menolong ibunya). Cerita inilah yang paling dikenal masyarakat luas. Padahal cerita itu tidak terdapat dalam Tripitaka. Menurut cerita ini, pada waktu sedang bermeditasi, Bhante Moggalana mempergunakan kemampuan batinnya untuk melihat alam-alam lain selain alam manusia. Memang bagi kita yang sudah biasa melatih meditasi, sebetulnya melihat alam lain bukanlah sesuatu hal yang luar biasa. Melihat alam surga, melihat alam neraka bukanlah sesuatu yang sulit. Surga 26 tingkat pun bisa dilihat satu demi satu. Tidak ada masalah. Pada waktu itu Bhante Moggalana melihat surga, tempat para dewa dan dewi yang lebih dikenal orang dengan istilah 'malaikat'. Selain itu, beliau juga melihat ke alam-alam menderita, alam setan, setan raksasa yang kita sebut Asura, setan kelaparan atau alam peta dan juga alam neraka. Bhante Moggalana dengan prihatin melihat alam-alam menderita yang sangat menyedihkan ini. 


Di salah satu alam setan kelaparan, Bhante Moggalana melihat ibunya terlahir di situ. Di sana, terlihat ibunya dalam keadaan kurus kering dan telanjang bulat. Bhante Moggalana merasa sangat kasihan sekali kepada ibunya. Beliau berusaha menolong ibunya. Beliau mencoba memberikan makanan dan minuman kepada ibunya. Namun, segala pemberian beliau bukannya menolong ibunya; pemberiannya justru menambah penderitaan ibunya. Karena kebingungan atas kegagalannya menolong sang ibu, Bhante Moggalana menghadap Sang Buddha.

Bhante Moggalana bertanya kepada Sang Buddha tentang sebab musabab kegagalan usaha pertolongannya kepada ibunya. Sang Buddha menjelaskan bahwa bila akan menolong makhluk di alam menderita hendaknya orang melakukannya dengan cara pelimpahan jasa.

Pelimpahan jasa adalah melakukan suatu perbuatan baik atas nama orang yang telah meninggal yang akan ditolong. Oleh karena itu, Bhante Moggalana kemudian disarankan oleh Sang Buddha untuk memberikan persembahan jubah dan makanan kepada pada bhikkhu Sangha atas nama ibunya. Nasehat Sang Buddha ini diikuti oleh Bhante Moggalana. Beberapa waktu kemudian Bhante Moggalana mengundang para bhikkhu, mempersembahkan dana makan, mempersembahkan jubah, kemudian melakukan pelimpahan jasa atas nama ibunya. Setelah melaksanakan upacara pelimpahan jasa, Bhante Moggalana bermeditasi lagi.

Dengan mata batinnya beliau mencari ibunya di alam peta. Ketika bertemu, keadaan ibunya jauh berbeda. Ibunya kini kelihatan segar, sehat, awet muda, pakaiannya bagus, rapi dan bersih. Melihat hal itu, Bhante Moggalana berbahagia. Berdasarkan cerita itulah orang mengenal upacara pelimpahan jasa. Upacara pelimpahan jasa iini juga sering dihubungkan dengan tradisi mendoakan para makhluk menderita yang dilaksanakan setiap tanggal 15 di bulan 7 menurut penanggalan Imlek. Itulah cerita tradisi.

Bila cerita di atas adalah merupakan cerita yang berkembang dalam tradisi masyarakat tertentu, maka ada cerita lain yang memang terdapat dalam kitab suci Tri Pitaka. Kitab Suci Tri Pitaka memberikan cerita dengan versi lain tentang upacara pelimpahan jasa.

Cerita ini berhubungan dengan raja Bimbisara. Raja Bimbisara suatu ketika mengundang Sang Buddha dan seluruh bhikkhu ke istana. Raja dalam kesempatan itu mempersembahkan dana makan serta jubah. Setelah berdana, raja merasakan kebahagiaan. Para bhikkhu pun lalu pulang ke vihara bersama dengan Sang Buddha. Raja Bimbisara sangat berbahagia pada hati itu, karena dia punya kesempatan mengundang Sang Buddha ke istana. Akan tetapi pada malam harinya raja memperoleh banyak gangguan dari para makhluk tak tampak. Ia banyak mendengar jeritan dan tangisan dari makhluk tak tampak. 
Raja akhirnya tidak dapat tidur semalaman.

Pada pagi keesokan harinya raja Bimbisara segera pergi ke vihara, bertemu dengan Sang Buddha. Sang raja bertanya kepada Sang Buddha tentang gangguan yang dialaminya, padahal ia baru saja melakukan perbuatan baik. Sang Buddha menerangkan bahwa para makhluk yang mengganggu itu sebenarnya adalah sanak keluarga raja sendiri dari banyak kehidupan yang lalu. Namun, karena mereka telah melakukan kesalahan, mereka kemudian terlahir di alam menderita, alam setan kelaparan. Oleh karena itu, Sang Buddha kemudian menyarankan kepada raja agar ia sekali lagi mengundang para bhikkhu ke istana. Bila para bhikkhu telah sampai di istana, raja hendaknya mempersembahkan dana makanan dan jubah atas nama para makhluk menderita yang pernah menjadi saudaranya itu. Keesokan harinya, raja Bimbisara mengundang para bhikkhu dan Sang Buddha untuk menerima persembahan dana makan dan jubah. Kemudian jasa kebaikannya dilimpahkan kepada mereka. Para makhluk menderita itu merasakan pula kebahagiaan yang luar biasa. Kebahagiaan inilah yang menyebabkan mereka mati dari alam menderita dan terlahir kembali di alam bahagia.

Dalam kesempatan itulah Sang Buddha membabarkan Tirokuddha Sutta. Sang Buddha bersabda bahwa di dinding-dinding, di gerbang-gerbang, di persimpangan-persimpangan jalan banyak keluarga kita yang terlahir di alam menderita menunggu kebaikan hati kita. Mereka menanti pelimpahan jasa kita dengan penuh kesedihan. Ketika sanak keluarganya berpesta pora dan menikmati kebahagiaan, tidak ada satu pun di antara mereka yang diingat. Padahal di sana tidak ada perdagangan, tidak ada warung dan restoran. Lalu bagaimana caranya kita menolong mereka? Kita bisa menolong mereka dengan melakukan kebaikan, dan melimpahkan jasanya kepada mereka.

Dalam masyarakat, pelimpahan jasa kadang-kadang dihubungkan dengan tradisi melakukan upacara tertentu pada bulan tujuh menurut penanggalan Imlek. Padahal menurut agama Buddha sebetulnya pelimpahan jasa tidak harus menunggu bulan tujuh. Sebab, belum tentu pada bulan tujuh nanti kita masih tetap hidup! Kalau kita juga ikut meninggal, justru malahan kitalah yang menerima pelimpahan jasa!

Sebetulnya pelimpahan jasa bisa dilaksanakan setiap saat, bahkan setiap malam pun kita bisa merenung. 'Semoga dengan semua kebaikan yang telah saya lakukan sampai malam hari ini, almarhum papa dan mama memperoleh kebahagiaan sesuai dengan kondisi karmanya saat ini.' Kenapa dipilih 'bulan tujuh', ini tentu ada sebabnya.

Dasar pemilihan ini dari kebiasaan Tiongkok. Bulan tujuh adalah bulan pergantian musim. Kita pun dapat melihat di Indonesia kalau pada Bulan Tujuh udara sangatlah dingin, bulan menggigil! Oleh karena itu, dalam bulan ini cukup banyak orang yang sakit. Karena banyaknya orang sakit maka para orang tua jaman dahulu menganggapnya sebagai banyaknya gangguan setan. Setan yang mengganggu berasal dari neraka yang, katanya, sedang 'dibuka'.

Oleh sebab itu, para leluhur kita dahulu kemudian melakukan upacara tertentu agar tidak memperoleh bencana karena gangguan para setan tadi. Itulah, secara singkat, awal munculnya tradisi upacara di bulan tujuh tanggal lima belas. Secara Agama Buddha, sekali lagi, pelimpahan jasa dapat dilakukan setiap saat, tanpa harus menunggu bulan-bulan tertentu.

Apakah pelimpahan jasa itu masih bermanfaat bila dilakukan di jaman sekarang ini? Masih! Ada kisah nyata. Ada seorang samanera yang ibunya meninggal dunia. Karena dia Buddhis, dia mengerti bagaimana caranya berbuat baik. Dia mengundang seorang bhikkhu dengan satu samanera yang lain lagi untuk membacakan Paritta. Setelah selesai dia mempersembahkan dana.

Di sini ada baiknya disebutkan jumlahnya karena jumlahnya ini berhubungan dengan cerita ini. Mereka masing-masing mendapatkan selembar amplop yang berisi Rp. 5000,00. Beberapa hari kemudian samanera yang mengadakan pelimpahan jasa itu menceritakan bahwa ibunya telah mendatanginya lewat mimpi. Dalam mimpi, ibunya mengatakan kini ia telah mempunyai uang. Ibunya, dalam mimpi, menunjukkan uang dua lembar @ Rp. 5000,00!

Ada cerita yang lain lagi. Ada seorang ibu yang sudah lama menjadi janda. Suatu malam suaminya datang dalam mimpi dan meminta selembar baju. Setelah bangun, sang istri kemudian pergi ke pasar untuk membeli kain yang seukuran suaminya, juga yang warna dan motifnya yang disenangi suaminya. Si istri kemudian meletakkan semuanya itu di meja penghormatan yang ada foto almarhum di atasnya. Dia kemudian membaca Paritta.

Selesai ber-Paritta dia mengatakan: 'Niat saya hari ini mau berdana, atas nama suami saya, semoga dengan kekuatan kebaikan ini suami saya memperoleh kebahagiaan sesuai dengan kondisi karmanya saat ini.' Sesudah selesai, kainnya ini tidak dibakar, tetapi didanakan kepada salah seorang pengurus Vihara atas nama almarhum suaminya.

Seminggu kemudian ibu ini mimpi lagi suaminya datang. Suaminya puas dengan pemberian bajunya, hanya saja ia mengeluh kalau ukuran bajunya tidak sesuai, kekecilan. Ibu ini terbangun, kemudian merenungkan arti mimpinya. Dia teringat bahwa ketika membeli kain ukurannya sama dengan ukuran suaminya, padahal orang yang menerima dana badannya lebih besar daripada suaminya. Pantas kekecilan! Keesokan harinya, istri yang setia ini pergi ke pasar lagi untuk membeli kain kekurangannya, dan dia berikan kepada penjaga vihara itu. Penjaga vihara itu justru heran atas pengertian si ibu. Ia baru saja akan menghubungi si ibu karena kainnya memang kurang ukurannya.

Dari cerita ini jelas kelihatan bahwa sebetulnya pelimpahan jasa secara Buddhis itu dapat diterima oleh para makhluk yang kita kirimi. Hanya saja, syaratnya makhluk itu harus terlahir di alam Paradatupajivika Peta. Kalau dia tidak terlahir di alam itu, kalau dia terlahir di salah satu dari 26 alam surga, atau terlahir di alam neraka, maka makhluk ini tidak bisa menerima pelimpahan jasa kita. Kalau demikian, apakah manfaat bagi kita membacakan Paritta untuk makhluk yang tidak terlahir di alam peta tersebut?

Apabila orang yang meninggal itu tidak terlahir di alam Peta tersebut, minimal selama kita membacakan Paritta seperti hari ini, selama itu pula pikiran, ucapan serta perbuatan kita dipupuk untuk sesuatu yang baik, mendoakan agar almarhum berbahagia. Kenal atau pun tidak kenal kepadanya kita tetap mendoakan semoga almarhum berbahagia. Maka selama setengah jam itu, pikiran, ucapan dan perbuatan kita telah melaksanakan kebaikan.

Bayangkan kalau pagi setengah jam, malam setengah jam lagi, berarti hari ini kita punya satu jam yang berisi pikiran, ucapan, dan perbuatan kita baik. Kalau tiap pagi dan malam kita bisa membaca Paritta setengah jam, maka dalam satu bulan kita dapat mengumpulkan sekitar 30 jam untuk berpikir dan berbuat yang baik. Luar biasa, begitu besar kesempatan melakukan perbuatan baik. Hanya dengan membaca Paritta saja! Cobalah bila kita duduk selama satu jam. Pikiran dengan mudah mengembara kemana-mana. Kadang timbul pikiran baik, tetapi tidak jarang muncul pikiran jahat.

Tetapi dengan diisi kegiatan membaca Paritta, maka pikiran, ucapan serta perbuatan kita otomatis terisi pula dengan kebaikan. Satu jam setiap hari, 30 jam satu bulannya kita berkesempatan mengembangkan kebaikan hanya dengan membaca Paritta. Oleh karena itu, seringlah membaca Paritta, apalagi pada upacara-upacara semacam ini. Bagus. Dalam upacara ini, selain kita telah melaksanakan kebaikan dengan membaca Paritta, kita juga dapat melimpahkan jasa kebaikan itu kepada almarhum. Bukankah kita dengan mambaca Paritta berarti tealh berbuat baik? Datang dari tempat yang jauh khusus untuk membacakan Paritta. 


Kita pun juga bisa melimpahkan jasa itu kepada sanak-keluarga kita sendiri yang sudah meninggal. Sanak keluarga kita yang terdiri dari kakek-nenek, orang tua maupun para leluhur dan kerabat kita lainnya. Mereka juga perlu kita berikan pelimpahan jasa agar mereka berbahagia. Jadi, pelimpahan jasa dapat dilaksanakan oleh siapa pun dan kapan pun juga. Karena pelimpahan jasa ini akan membawa manfaat baik bagi yang meninggal maupun kita yang hidup.


sekian post dari saya, eh iya saya dapat artikel ini dari all about budhis

Arti Sifat dari tiap Karakter Sun Go Kong


Go To The West / Kisah Sun Go Kong



Sebuah karangan yang menceritakan perjalanan Biksu Tong Sam Chong yang pergi menuju barat ( Arah dari Cina Menuju ke India) untuk mengambil kitab suci. Cerita ini pun tidak lepas dari ke empat murid nya yaitu Sun Go Kong, Chu Pat Kai , Mu Cing , dan Kuda putih.


Nah berikut saya akan Share apa makna dari sifat karakter tiap tokoh utama tersebut. Tanpa panjang lebar ayo kita simak saja.

Biksu Tong Sam Chong Melambangkan  Kesadaran
Sun Go Kong Melambangkan  Pikiran
Chu Pat Kai Melambangkan Perasaan
Mu Cing Melambangkan Pencerapan
Kuda Putih Melambangkan Tubuh



Nah kok bingung, ni saya definisikan
Kesadaran, Mengapa di sebut kesadaran? karena Biksu Tong lah yang mampu mengendalikan / mengontrol para murid nya yaitu Pikiran Perasaan Pencerapan dan Tubuh.

Pikiran, Melambangkan Sun Go Kong karena pikiran ini tidak lah bisa diam (sama seperti sifat Sun) yang selalu ingin mencari informasi, lincah dalam memecahkan masalah dan lain sebagainya.

Perasaan, Melambangkan Chu Pat Kai karena Pat Kai digambarkan sebagai tokoh yang Maunya dipuaskan, selalu emosi, pemalas, maunya enak sendiri.

Pencerapan, apa artinya? artinya adalah Tokoh Mu Cing digambarkan sebagai tokoh yang bodoh, tapi dia selalu mencari ilmu/ menangkap semua ilmu yang diberikan gurunya dan menaatinya.

Tubuh, ini dilambangkan kuda putih karena kuda putih lah yang selalu membawa Tong Sam Chong di punggungnya serta membawa barang barang bawaan di sepanjang jalan mereka, sama seperti tubuh manusia yang membawa Kesadaran, Pikiran, Perasaan, dan Pencerapan.

Nah bagaimana Sekilas Makna dari arti sifat karakter Sun Go Kong, itu hanya sebuah pemikiran saja. Makna ini saya share dari web Filsafah Sun Go Kong

Semoga bermanfaat bagi teman semua, salam Metta :)

13 Oktober 2015

Kisah Jataka Buddhis/Buddha (Terperangkap karena madu)


Kisah Jataka Buddhis/Buddha

Hai teman sedharma sekalian, kali ini saya kembali lagi dengan membawakan kisah jataka agama buddha ni...

Teman sekalian pastinya tidak asing lagi dengan tokoh jataka yang akan saya bawakan.. yap.. betul masih dengan ceritanya rusa...

Menceritakan bagaimana si rusa yang dapat terjebak dengan madu yang diberikan oleh petani (loh kok bisa?) Dari pada penasaran ayo kita baca ceritanya teman




Terperangkap Karena Madu

Vatamiga Jataka


Raja Brahadatta memerintah di Benares. Ia mempunyai seorang tukang kebun ang bernama Sanjaya. Pada suatu hari Sanjaya melihat munculnya seekor rusa antilop di taman istana. Binatang itu lari secepat angin lenyap dari pandangannya dan Sanjaya membiarkannya. Ia tidak mengganggu antilop yang agaknya ketakutan itu. Beberapa kali terjadi demikian, rusa antilop mulai biasa berkeluyuran ditaman. Sedangkan tukang kebun itu mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, mengumpulkan bunga dan buah lalu mempersembahkan kepada raja.

Pada suatu ketika raja bertanya kepadanya,
Raja : "Tidakkah kau perhatikan sesuatu yang bukan biasanya didalam taman, hei tukang kebun?"
Sanjaya : "Ya, tuanku. Hanya seekor kijang yang telah datang ke sana."
Raja : "Dapatkah engkau menangkapnya? Bagaimana pikirmu?"
Sanjaya : "Oh ya, jika hamba mempunyai madu sedikit, hamba akan mengantarkannya ke istana paduka."

Raja itu memerintah pegawai istana uuntuk memberi madu kepada tukang kebunnya. Dengan membawa madu tukang kebun pun pergi ke taman. Disana dia menumpahkan madu diatas rumput sekitar tempat yang sering di lewati rusa antilop. Lalu ia menyembunyikan diri, Ketika rusa itu tiba dan mencicipi rumput yang berlumur madu, ia terpancing oleh rasa lezat yang membangkitkan napsunya yang tidak pernah ditemunya di segala tempat kecuali di taman istana itu.

Melihat pancingannya berhasil, tukang kebun mulai menampakka diri secara berangsur. Semula ini terjadi pada beberapa hari pertama, tetapi selanjutnya menjadi tidak asing lagi. Bahkan berangsur antilop itu tidak menaruh perasaan curiga dan berani memakan rumput dari tangan tukang kebun. Tahulah ia bahwa binatang itu sudah mempercayainnya. Maka dibuatnnya serpihan ranting pohon dan ditaburkan bagai karpet melapis jalan ke istana.

Kemudian ia menggantung seguci madu pada pundaknya dan mengikatkan rumput secukupnya pada kain pinggangnya. Dijatuhkannya sedikit rumput bermadu di hadapan antilop yang mengikutinya tanpa sadar sampai akhirnya masuk ke dalam istana. Stelah antilop tiba di dalam, orang-rang pun secepatnya menutup pintu istana.

Mereka menyaksikan binatang itu ketakutan dan panik berlari mondar mandir dalam ruangan istana. Raja bangkit dari singgasananya dan mengamati hewan yang ketakutan itu.

"Sedemikian takut kijang ini sebenarnya;
sampai seminggu barangkali ia tidak akan mengunjungi lagi suatu tempat yang dilihatnya ada manusia;
 dan jika sekali saja dikejutkan dimana pun ia tidak akan kembali ke situ seumur hidupnya. Tetapi terjerat oleh napsunya mengecap suatu yang lezat, makhluk liat ini dari tempatnya di hutan kini muncul di tempat seperti ini.
Betullah saudara-saudara, tiada suatu yang lebih buruk di dunia daripada napsu menikmati tersebut."

Dan raja yang juga Bodhisatva (calon Buddha) mengulangi pernyataannya :

"Tiadalah yang lebih buruk, kata orang, selain kenikmatan yang membelenggu.
Dirumah ataupun di luar bersama teman-teman.
Lihat, napsu menikmati telah membuat menjangan hutan yang liar digiring oleh Sanjaya sampai kemari."

Lalu raja melepaskan kembali antilop itu kehutan.

Penutup

Nah teman bagaimana ceritanya tadi? Menarik bukan?
Dapat saya simpulkan bahwa di cerita kali ini yaitu kita tidaklah boleh terlalu mengikuti napsu untuk selalu menikmati kehidupan tanpa memikirkan resiko yang akan kita dapat kelaknya.

Semoga cerita ini dapat memberikan pelajaran yang berharga bagi teman sekalian. dan bila ada salah kata atau ucapan saya minta maaf sebesar besarnya. Terima Kasih Salam Metta :)



 

Agama Buddha itu Indah Template by Ipietoon Cute Blog Design